Pendidikan merupakan salah satu pilar utama kemajuan suatu bangsa. Namun, isu terbaru mengenai alokasi anggaran pendidikan yang diumumkan pemerintah untuk tahun 2026 menimbulkan tanda tanya besar. Program MBG, yang diakui sebagai bagian dari anggaran terbesar, ternyata mulai dipandang sebagai program yang tidak hanya kontroversial tetapi juga berpotensi merugikan. Kali ini, kita perlu menelaah peran dan dampak dari MBG, terutama terhadap guru honorer dan siswa penyintas bencana.
Anggaran Pendidikan yang Dipertanyakan
Dalam beberapa waktu terakhir, pemerintah mencanangkan rencana anggaran pendidikan dengan klaim alokasi terbesar dalam sejarah. Namun, di balik klaim tersebut, banyak pihak yang mempertanyakan transparansi dan keadilan dalam distribusi anggaran. Program MBG menjadi sorotan utama karena diduga menyerap sebagian besar anggaran yang seharusnya diberdayakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara merata.
Pembagian Anggaran yang Tidak Merata
Salah satu perhatian utama adalah bagaimana pembagian anggaran tersebut akan dilakukan. Guru honorer, yang merupakan jantung pendidikan, seringkali tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari pemerintah. Dalam konteks ini, dukungan terhadap mereka semakin berkurang dan membuat mereka menghadapi kenyataan pahit, di mana tenaga pengajar utama di sekolah-sekolah terpinggirkan. Ini di luar fakta bahwa banyak siswa penyintas bencana yang juga membutuhkan perhatian lebih dalam proses belajar mereka.
Dampak Terhadap Siswa Penyintas Bencana
Siswa penyintas bencana, yang telah mengalami trauma akibat bencana alam, menjadi kelompok yang sangat rentan. Ketika pendidikan seharusnya menjadi tempat perlindungan dan pemulihan bagi mereka, program MBG berpotensi mengalihkan fokus dari upaya rehabilitasi mereka. Pendanaan yang tidak konsisten dan pengalihan sumber daya dapat memperburuk situasi, membebani mereka yang sudah menderita dengan tantangan baru dalam mendapatkan pendidikan yang layak.
Program MBG: Sebuah Visi yang Buram
Pemerintah mungkin berpendapat bahwa MBG merupakan terobosan positif dalam dunia pendidikan. Akan tetapi, perspektif ini sangat dipertanyakan, terutama ketika banyak pihak yang membutuhkan bantuan lebih bisa jadi terabaikan. Dengan berfokus pada program yang dianggap modern dan ambisius, seharusnya tidak ada pengorbanan terhadap fundamentalis pendidikan seperti guru honorer dan siswa penyintas bencana yang justru memerlukan perhatian serius.
Pentingnya Keadilan dalam Alokasi Anggaran
Keberadaan guru honorer seharusnya tidak dianggap remeh karena mereka juga berkontribusi besar dalam pendidikan anak-anak bangsa. Memberikan perhatian dan alokasi anggaran yang adil dapat memperkuat sistem pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemerintah harus mengevaluasi kembali kebijakan anggarannya untuk memastikan bahwa tidak ada kelompok yang terpinggirkan demi program yang mungkin populis namun tidak efektif.
Saatnya Menjalin Kerjasama untuk Edukasi yang Lebih Baik
Mewujudkan pendidikan yang berkualitas memang bukan pekerjaan mudah, tetapi harus dilakukan demi masa depan bangsa. Kerjasama antara berbagai pemangku kepentingan—mulai dari pemerintah, pendidikan, hingga masyarakat—sangat penting untuk memilih program yang tidak hanya menonjolkan segi keindahan retorika, tetapi juga dapat diaplikasikan secara nyata di lapangan. Dengan cara ini, bisa diharapkan anggaran pendidikan dapat lebih merata dan sentitiasihirokan.
Kesimpulan: Memastikan Masa Depan Pendidikan yang Seimbang
Dalam menghadapi tantangan anggaran pendidikan 2026 yang dicanangkan oleh pemerintah, penting bagi kita untuk mempertanyakan efektivitas program MBG. Jika program tersebut hanya menguntungkan segelintir orang dan mengorbankan guru honorer serta siswa penyintas bencana, maka perlu ada perubahan arah dalam kebijakan pendidikan. Masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak tanpa teralienasi oleh program yang tidak sensitif terhadap kebutuhan dasar mereka. Oleh karena itu, mari kita dorong pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh dalam alokasi anggaran pendidikan agar tujuan pendidikan yang inklusif dapat tercapai.

